A. Pengertian
Hukum pidana adalah keseluruhan dari peraturan-peraturan yang menentukan perbuatan apa yang dilarang dan termasuk kedalam tindak pidana, serta menetukan hukuman apa yang dapat dijatuhkan terhadap yang melakukannya.
Menurut Prof. Moeljanto, S.H., Hukum pidana adalah bagian daripada keseluruhan hukum yang berlaku di suatu Negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk:
1. Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan dan yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut.
2. Menentukan kapan dan dalam hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan.
3. Menentukan dengan car bagaiman pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut.
Hukum Pidana di Indonesia itu sendiri secara umum dapat dibagi menjadi dua yaitu:
1. Hukum Pidana Materiil
Hukum pidana materiil menunjukkan peristiwa-peristiwa pidana beserta hukumannya.
a. Peristiwa Pidana Yang dapat dikenai hukuman menurut Hukum Negeri Belanda, hanyalah tindakan-tindakan yang oleh undang-undang dengan tegas dapat dikenai hukuman. Nullum delictun, nullampoena sine praevia lege peonali, Kitab Undang-Undanag Hukum Pidana pasal 1 baris 1 : Sesuatu peristiwa tak dapat dikenai hukuman, selain atas kekuatan peraturan undang-undang pidana yang mendahuluainnya.
b. Hukuman Diantara orang yang mengakui hak pemerintah untuk menjatuhka hukuman, terdapat pandangan yang sangat berlain-lainan mengenai peranyaan apakah yang menjadi dasar hak tersebut, atau dengan perkataan lain pertanyaan dimana letak alasan untuk membenarkan ancaman hukuman dan pemberian hukuman. Banyak teori yang diperahankan megenai hal tersebut. Teori-teori tersebut dibagi menjadi tiga yaitu, teori absolute, teori relatieve, dan teori vereenigings. Teori yang mutlak (absolute theirieen) ialah teori teori yang membenarkan adanya hukuman hanya semata-mata atas dasar delict yang dilakukan. Teori relatif, mencari tujuan hukuman dalam usaha memperbaiki penjahat. Hukuman harus mendidik penjahat menjadi orang yang baik dalam pergaulan hidup. Teori persatuan (vereenigings theorie), mencoba menyatukan pandangan dari teori mutlak dan teori relatif dan mengajarkan bahwa hukuman diberikan baik.
2 Hukum pidana formil, Hukum pidana formil (hukum acara pidana) mengatur cara bagaimana pemerintah menjaga kelangsungan pelaksana hukum pida materiil.
a. Sifat hukum publik pada hukum acara pidana Pada acara pidana langsung tersangkut kepentingan umum. Perbuatan yang dapat dikenai hukuman kini tidak lagi dipandang semata-mata sebagai kesalahan yanglangsung mengenai orang yan dirugikan, sebagaimana dahulu menjadi kebiasaan melainkan pertama-tama sebagai pelanggaran tertib hukum, jadi sebagai pelanggaran terhadap masyarakat. Dari sifat hukum publik pada acara pidana itu timbullah perselisihan-perselisihan yang penting antara hukum acara pidana dan hukum acara perdata.
b. Sifat accusatoir dari acara pidana Yang dimaksud ialah prinsip dalam acara pidana, pendakwa (penuntut umum) dan terdakwa berhadapan sebagai pihak yang sama haknya, yang melakukan pertarungan hukum.
B. ASAS-ASAS HUKUK PIDANA
Di dalam hokum pidana dikenal beberapa asas-asas hokum pidana, yaitu:
1. Asas Legalitas, tidak ada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam peraturan perundang-undanagn yang telah ada sebelum perbuatan itu dilakukan (pasal 1 ayat (1) KUHP). Jika sesudah perbuatan dilakukan pada perubahan dalam peraturan perundang-undangan, maka yang dipakai adalah aturan yang paling ringan sanksinya bagi terdakwa (pasal 1 ayat (2) KUHP).
2. Asas Tiada Pidana Tanpa Kesalahan, untuk menjatuhkan pidana kepada orang yang telah melakukan tindak pidana, harus dilakukan bilaman ada unsure kesalahan pada orang tersebut.
3. Asas teroterial, artinya ketentuan hokum pidana Indonesia berlaku atas semua peristiwa pidana yang terjadi di daerah yang menjadi wilayah territorial Negara Kesatuan Republik Indonesia, termasuk pula kapal berbendera Indonesia, pesawat terbang Indonesia, dan gedung kedutaan dan konsul Indonesia di Negara asing.
4. Asas nasional aktif, artinya ketentuan hokum pidana Indonesia berlaku bagi semua WNI yang melakukan tindak pidana di mana pun ia berada.
5. Asas nasionalitas pasif, artinya ketentuan hokum pidana Indonesia berlaku bagi semua tindak pidana yang merugikan Negara indonesia.
C. MACAM-MACAM HUKUM PIDANA
Ada beberapa macam hukum pidana, yaitu :
1. Hukum pidana umum Disebut hukum pidana umum, karena berlaku untuk umum, serung disebut dengan istilah “ Hukum Pidana Sipil”. Berlaku umum sabab disamping berlaku untuk orang-orang sipil, juga berlaku untuk para militer, meskipun bagi mereka itu khusus berlaku hukum pidana militrer, terdapat dalam pasal 1,2 dan 3KUHP militer.
2. Hukum pidana militer Merupakan aturan hukum pidana khusus sebab hukum pidana ini hanya berlaku khusus bagi anggota-anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.
Hukum pidana Fiskal Berupa aturan-aturan dan ketentuan-ketentuan pidana yang tersebut dalam per-undang- undangan mengenai penghasilan dan persewaan negara. Hukum pidana fiskal ini mempunyai cara atau sistem tersendiri yang berlainan dengan hukum pidana umum.
D. SISTEM PIDANA MENURUT KUHP
Menurut pasal 10 KUHP perihal pidana terdiri dari :
1. Pidana Pokok
a. Pidana mati
b. Pidana penjara
c. Pidana kurungan
d. Pidana denda
2. Pidana Tambahan
a. Pencabutan hak-haktertentu
b. Perampasan barang-barang tetentu
c. Pengumuman putusan hakim
1. Pidana Pokok
Pidana pokok dapat dijatuhkan bersama –sama dengan pidana tambahan, dan dapat juga dujatuhka tersendiri. Tetapi antara pidana pokok tidak dapat dijatuhkan bersama, sebab sistem pidana menurut KUHP menganut suatu asas :” bahwa tidak ada penggabungan dari pihak pokok”. Asas lain yang dianut oleh KUHP ialah untuk masing-masinng pidana ditetapkan sendiri-sendiri pidana yang setinggi- tingginya dapat dijatuhkan. Di samping itu ditetapkan secara minimum umum, artinya untuk segala kejahatan dan pelanggaran apa saja, pidana yang paling rendah dapat dijatuhkan oleh hakim, yaitu pidana badan penjara atau kurungan satu hari, dan untuk pidan denda dua puluh lima sen dan juga ditetapkan secara umum pidana penjara yang palimg berat, yaitu pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara 20 tahun. Pidana kurungan dapat dijatuhkan sampai selama-lamanya satu tahun empat bulan (pasal 18 KUHP).
Perbedaan antara pidana penjara dengan pidana kurungan, terletak dalam peaturan mengenai cara-caranya si terhukum harus diperlakukan, yaitu seseorang mendapat pidana kurungan :
1. Pekerjaan harus lebih ringan (pasal 19 KUHP)
2. Pidana kurungan harus dilaksanakan dalam wilayah tempat tinggal terhukum (pasal 21 KUHP)
3. Orang yang dijatuhi kurungan, dengan biaya sendiri boleh sekedar meringankan penderitaanyamenurut peraturan tata tertib rumah penjara dan lainnya. Untuk pida denda, tidak ditentukan adanya maximum umum, melainkan hanya ditetapkan minimumnya saja. Dan pidana denda ini selalu diganti dengan pidana kurungan.
2. Pidana Tambahan
Pidana tambahan tidak dapat dijatuhkan secara tersendiri melainkan harus disertakan pada pidana pokok, hukuman tambahan tersebut antara lain:
1. Pencabutan hak-hak tertentu.
2. Penyitaan barang-barang tertentu.
3. Pidana besyarat
Putusan hakim yang mengandung suatu pidana dijatuhka juga pada seseorang yang bersalah tetapi executinya ditunda yaitu digantungkan pada suatu syarat. Jadi seseorang yang dujatuhi putusan pidana bersyarat tidak perlu menjalani putusan tersebut, asal ia tidak melanggar syarat-syarat yang ditentukan, didalam waktu tertentu. Pidana bersyrat dapat dijatuhkan dalam hal :
a. Penjatuhan penjara pidana setinggi-tingginya selama satu tahun.
b. Penjatuhan pidana kurungan.
c. Penjatuhan pidana denda, tetapi bilamana hakim berpendapat, bahwa pidana denda itu benar-benar tidak terpikulkan oleh terhukum. [8] Terhadap anak-anak yang belum cukup umur, KUHP mengenal tindakan-tindakan sebagai berikut :
Atas ketentuan pasal 45 KUHP, terhadap anak yang belum mencapai umur 16 tahun, hakim dapat :
a. Memerintahkan bahwa anak yang bersalah anak dikembalikan kepada orang tuanya dengan tidak dijatuhkan Sesuatu pidana.
b. Memeriintahkan bahwa yang bersalah akan diserahka kepada pemerintah, dengan tidak dijatuhi sesuatu pidana
c. Memidana anak yang bersalah.
E. HUKUM ACARA PIDANA
Menurut Van Bemmelen, Hukum acara pidana mempunyai peraturan mengenai yang terjadi antara saat timbulnya dugaan bahwa suatu delik telah dilakukan dan dilaksanakannya pidana yang dijatuhkan kepada terdakwa.
Menurut Dr. A. Hamzah. SH. Hukum acara pidana merupakan bagian dari hukum pidana dalam arti yang luas. Hukum pidana dalam arti yang luas meliputi baik hokum oidana substantive (materiil) maupun hukum pidana formal atau hukum acara pidana.
Menurut Prof. Dr. Wirjomo Prodjodikoro, SH. Hukum acara pidana adalah rangkaian peraturan yang memuat cara bagaimana badan-badan pemerintah yang berkuasa, yakni kepolisian,kejaksaan dan pengadilan harus bertindak guna mencapai tujuan Negara dengan mengadakan hokum pidana.
F. FUNGSI / TUJUAN HUKUM ACARA PIDANA
1. Fungsi penegakan Hukum.
2. Tujuan mencari dan mendapatkan kebenaran materil.
3. Melaksanakan putusan pengadilan
4. Tujuan melindungi Hak Asasi manusia.
Tujuan Hukum Acara Pidana sangat erat hubungannya dengan tujuan Hukum Pidana, yaitu menciptakan ketertiban, ketentraman, kedamaian, keadilan, dan kesejahteraan masyarakat. Hukum Pidana memuat tentang rincian perbuatan yang termasuk perbuatan pidana, pelaku perbuatan pidana yang dapat dihukum, dan macam macam hukuman yang dapat dijatuhkan kepada pelanggar Hukum Pidana. Sebaiknya Hukum Acara Pidana mengatur bagaimana proses yang harus dilalui aparat penggerak hokum dalam rangka mempertahankan Hukum pidana materil terhadap pelanggarnya.
G. SUMBER HUKUM
1. Undang-Undang Dasar RI Tahun 1945.
2. Kitab UU Hukum Pidana (KUHP)
3. Kitab UU Hukum Acara Pidana (KUHAP)
4. UU No 2 Tahun 2002 tentang kepolisian Negara.
5. UU No 48 Tahun 2009 tentang kekuasaan Kehakiman (perubahan dari UUNO 4 Tahun 2004 dan UU No 35 Tahun 1999, Serta UUNo 14 Tahun 1970 tentang Kekuasaan Krhakiman).
6. UU No 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung (perubahan dari UU No 5 Tahun 2004, dan UU No 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung.
7. UU No 49 Tahun 2009 tentang Peradilan Umum (perubahan dari UU No 8 Tahun 2004, dan UU No 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum).
8. UU No 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan.
9. Yurisprudensi.
10. Doktrin atau pendapat para ahli hokum.
H. ASAS-ASAS HUKUM ACARA PIDANA
Asas-asas hokum acara pidana adalah sebagai berikut.
1. Asas peradilan berdasarkan undang-undang (asas legalitas).
2. Asas setiap orang diperlakukan sama dimuka hokum (asas equqlity before the law).
3. Asas praduga tidak bersalah (asas presumption of imnoncentence).
4. Asas tersangka atau terdakwa gebagai subjek pemeriksaan (asas accusatior).
5. Asas peradilan bersifat sederhana, cepat, dan biaya ringan.
6. Asas tersangka atau terdakwa berhak mendapat bantuan hokum.
7. Asas pemeriksaan pengadilan terbuka untuk umum.
8. Asas pengadilan memeriksa perkara dengan hadirnya terdakwa (tidak mengenal asas in absentia).
9. Asas pemeriksaan perkara oleh hakim majelis.
10. Asas beracara secara lisan (terdakwa dan saksi berbicara langsungdengan hakim).
11. Asas putusan pengadilan diucapkan dalam suatu sidang terbuka untuk umum, disertai alas an-alasan yang sah menurut hokum.
12. Asas pengawasan pelaksanaan putusan oleh pengadilan.
13. Asas jaksa sebagai eksekutor putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hokum tetap.
I. SIFAT HUKUM ACARA PIDANA
Karena tujuan hokum pidana (material) melindungi kepentingan umum, maka Negara melalui aparatur penegak atau pelaksaan hokum pidana (kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan) berkewajiban untuk melaksanakan dan mempertahankan hokum pidana material yang dilanggar oleh siapapun. Hokum acara pidana mempunyai dimensi perlindungan terhadap hak asasi manusia (HAM). Dengan demikian, konsekuensi logis dari Negara hokum (Rechtstaat). Hokum juga bersifat melindungi kepentingan dari hak-hak orang yang dituntut (tersangka / terdakwa).
J. TAHAPAN BERACARA PIDANA
Berdasarkan kewenangan aparat penegak hokum pidana, ada beberapa tahapan antara laian penyelidikan dan penyidikan oleh Kepolisian Negara RI, penuntutan oleh jaksa penuntut umum, pemeriksaan trdakwa oleh hakim persidangan, serta pelaksanaan (eksekusi) putusan hakim oleh Jaksa Penuntut Umum.